Selasa, 24 Februari 2009

Strata Title, Apa dan Bagaimana penerapannya di Indonesia

Strata Title adalah terminologi barat populer tentang suatu kepemilikan terhadap sebagian ruang dalam suatu gedung bertingkat seperti apartment atau rumah susun.

Di daerah perkotaan dimana tingkat kebutuhan akan ruang sangat tinggi, konsep ruang baik hunian ataupun komesial secara landed menjadi kurang efisien. Kota dengan luas tanah yang terbatas tidak dapat menjawab hal tersebut. Untuk menjawab kebutuhan tersebut sejak 1985 di Indonesia diperkenalkan konsep hunian vertikal dalam suatu Undang-undang tentang Rumah Susun. Diharapkan dengan adanya aturan yang jelas dapat merangsang pembangunan rumah susun dengan cepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan hunian khususnya diperkotaan.

Secara singkat undang-undang tersebut mengatur tentang tata cara pembangunan, pemilikan, penghunian dan pengelolaan rumah susun. Dalam tulisan ini kita hanya membahas bagian tentang kepemilikan yang sering disebut-sebut sebagai strata title.

Strata title dijelaskan secara jelas sebagai hak milik atas satuan rumah susun (hasarusun). Dijelaskan pula bahwa sebagai pemegang hak, seseorang berhak pula atas sebagian (proporsi) bagian-bersama, benda-bersama maupun tanah-bersama. Perlu diperjelas bahwa hak (kepemilikan) atas bagian-bersama, benda-bersama maupun tanah-bersama tidak menunjuk kepada bagian atau lokasi tertentu tetapi dalam bentuk proporsi atau prosentase kepemilikan.

Sebagai bukti kepemilikan strata title, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan suatu sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang didalamnya menerangkan tiga hal. Yang pertama adalah keterangan mengenai letak, luas dan jenis hak tanah-bersama. Keterangan ini dapat dilihat pada salinan buku tanah dan surat ukur (lebih dikenal dengan nama sertifikat tanah) atas hak tanah bersama dimana suatu apartemen berdiri.

Calon pembeli dari suatu apartemen atau rumah susun sebaiknya mencermati jenis hak tanah-bersama ini. Seringkali kita terkecoh dengan istilah ”Hak Milik atas Satuan Rumah Susun”. Penggalan kata Hak Milik tersebut dapat membuat orang memiliki anggapan keliru bahwa strata title identik dengan ”Hak Milik” dimana jangka waktu yang diberikan tak terbatas. Perlu ditegaskan disini bahwa jangka waktu dari strata title (hasarusun) adalah sama dengan jangka waktu hak atas tanah-bersamanya. Dengan demikian Strata Title dari sebuah unit apartemen yang dibangun diatas tanah Hak Guna Bangunan (HGB) akan memiliki jangka waktu yang sama yaitu 20 tahun. Dengan demikian pada tahun keduapuluh pemilik strata title wajib secara bersama-sama memperpanjang hak atas tanah-bersama (HGB) tersebut. Sebaliknya Strata Title dari satuan rumah susun yang dibangun diatas tanah Hak Milik memiliki jangka waktu yang tak terbatas.

Pengetahuan tersebut perlu dicermati juga oleh perusahaan atau warga negara asing. Di dalam Undang Undang Pokok Agraria Tahun 1960 dijelaskan bahwa perusahaan (kecuali BUMN) tidak dapat memiliki Hak Milik. Hal ini juga berarti perusahaan tersebut tidak dapat memiliki strata title yang melekat diatas tanah bersama berupa Hak Milik. Lebih jauh seorang warga negara asing dimungkinkan memiliki tanah dalam bentuk kepemilikan Hak Pakai. Hal ini berarti pula bahwa warga negara asing hanya dapat memiliki sebuah unit rumah susun yang dibangun diatas tanah yang memiliki Hak Pakai.

Keterangan kedua dari sebuah strata title adalah ”Gambar Denah”. Gambar denah merupakan gambar yang menunjukkan terletak di lantai berapa unit (satuan) rumah susun yang bersangkutan. Selanjutnya di dalam gambar denah lantai tersebut ditunjukkan pula letak atau posisi unit tersebut. Calon pemilik satuan rumah susun wajib mencermati keterangan spasial yang ada di gambar dengan keadaan fisik di lantai rumah susun yang bersangkutan. Seringkali terjadi keluhan bahwa luas fisik satuan rumah susun lebih kecil dari pada yang disajikan di Gambar Denah. Hal ini dapat terjadi mengingat unit yang digambarkan diukur sesuai dengan as atau titik tengah dari tembok atau kolom struktur suatu unit, sedangkan jika pemilik melakukan pengukuran didalam ruangan yang didapat adalah luas net dari interior unit tersebut.

Keterangan ketiga yang menjadi bagian dari strata title adalah ”Pertelaan”. Pertelaan merupakan penjelasan mengenai besarnya proporsi atau bagian hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama. Proporsi ini akan berdampak pada pengeluaran yang dilakukan untuk perawatan semua atribut yang dimiliki bersama sebagai contoh adalah biaya bulanan perawatan atau maintenance fee atau biaya renovasi yang biasanya terjadi beberapa tahun sekali atau perpanjangan hak atas tanah-bersama. Sebaliknya proporsi tersebut juga digunakan jika diperoleh aliran dana masuk. Kaasus yang ekstrim jika bangunan yang ada sudah tidak layak digunakan dan seluruh pemilik sepakat untuk menjual keseluruhan asset di areal rumah susun tersebut. Masing-masing pemegang hak milik atas satuan rumah susun akan memperoleh bagian sebesar proporsi yang disebutkan dalam pertelaan dari jumlah keseluruhan uang yang diterima dari hasil penjualan.

Strata Title diberikan kepada pemilik unit apartemen agar kepemilikannya dapat terlindungi di mata hukum. Dengan strata title yang terdaftar dalam bentuk sertifikat hak milik atas satuan rumah susun tentunya pemilik dapat memanfaatkannya untuk keperluan lain seperti penjaminan dalam rangka memperoleh pinjaman dari Bank. Ketiga pokok yang diuraikan diatas diharapkan semakin memperjelas masyarakat mengenai cakupan hak dari suatu strata title dan tentu saja konsekuensinya.
Selengkapnya..

Jumat, 30 Januari 2009

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pasar Tanah

Penyajian Informasi Pasar Tanah
Peta Pasar Tanah adalah penyajian informasi pasar tanah dalam bentuk grafis. Kelebihan dari penyajian data tersebut adalah pengguna dapat memperoleh gambaran mengenai distribusi intensitas pasar tanah secara spasial. Saat ini Badan Pertanahan Nasional telah mencoba menyajikan ketiga data utama di atas dalam suatu Sistem Informasi Pasar Tanah yang dapat diakses dan dimanfaatkan secara luas oleh seluruh masyarakat yang memiliki kepentingan untuk melakukan transaksi pertanahan. Data-data tersebut diharapkan dapat menjadi panduan atau pegangan utama bagi para pelaku transaksi.
Penyajian data-data tersebut dilakukan dengan mengkorelasikan ketiganya sehingga para pengguna data dapat melakukan pencarian dengan mudah.


Basis data tersebut juga disajikan mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, mengingat basis administrasi terkecil yang ada di Badan Pertanahan nasional adalah tingkat Kabupaten/Kota. Dalam aplikasinya, keseluruhan data disajikan dalam format tekstual. Pengguna tinggal memilih kabupaten/kota di propinsi tertentu dan memperoleh daftar seluruh data pasar yang tersedia. Pengguna juga dapat melihat kapan terjadinya transaksi dan berapa harga transaksi yang dilaporkan.Selain dalam format tekstual, data pasar ini juga disajikan dalam format grafis atau berupa peta.Informasi utama yang ingin disampaikan dalam format grafis ini adalah sebaran atau distribusi transaksi jual beli dalam suatu wilayah administrasi kabupaten/kota. Oleh karena itu, legenda (feature) yang dipilih adalah titik (point). Dengan feature titik, pengguna data dapat lebih mudah mencerna distribusi sebaran (jumlah atau kerapatan) pasar tanah di suatu kabupaten/kota. Berbeda jika feature yang digunakan adalah poligon bidang tanah. Feature ini akan menggiring persepsi pengguna data pada perbedaan bobot transaksi berdasarkan luas bidang (poligon) yang tergambar.


Gambar 1. Contoh peta penyebaran titik data transaksi (sumber data Badan Pertanahan Nasional)

Dari gambar peta transaksi diatas dapat terlihat penyebaran dari transaksi di pasar tanah dalam kurun waktu tertentu. Tergantung dari ketersediaan dan skala peta dasar yang ada, pengguna dapat melihat aktifitas pasar tanah dalam suatu wilayah atau lebih detail lagi di kawasan atau sepanjang jalan tertentu. Pengguna juga dapat membandingkan frekuensi transaksi antara satu kawasan dengan kawasan lain.
Sebagai tahap awal, penyebaran titik transaksi yang disajikan adalah transaksi yang terjadi dalam 2 (dua) tahun terakhir. Pada gilirannya nanti diharapkan pengguna informasi dapat melakukan pemilihan kurun waktu yang diinginkan. Dengan demikian pengguna akan memperoleh informasi yang lebih kaya yang berhubungan dengan waktu (time series). Perbandingan tingkat aktifitas pasar antar kurun waktu dapat dilakukan. Jika dihubungkan dengan spasial dapat pula dipantau pergeseran ke arah mana aktifitas pasar bergerak.
Meskipun Sistem Informasi Pasar Tanah ini mencoba menyajikan data seakurat mungkin, namun pengguna informasi tetap harus berhati-hati menggunakan data yang ada. Hal ini dikarenakan tidak semua data transaksi dapat disajikan. Penyajian dalam format spasial bisa memunculkan asumsi bahwa penyebaran data sertifikat tanah yang memiliki koordinat, sama dengan penyebaran transaksi pasar tanah. Padahal, seperti gambar di bawah ini, masih terdapat suatu data set yang hanya sekitar 19% data yang diperoleh dari Kantor Pertanahan memiliki koordinat yang akurat yang dapat dipetakan. Akibatnya, sistem informasi ini memiliki bias yang harus diperhitungkan.



Gambar 2. Gambaran ketersediaan data transaksi yang memiliki koordinat spasial. (sumber data: Badan Pertanahan Nasional)

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala ini adalah dengan menyajikan layer informasi lain berupa peta jumlah (count) transaksi berdasarkan wilayah administrasi kecamatan. Penyajian detail data transaksi hingga ruang lingkup kecamatan ini, dapat mengurangi bias data yang ada. Data ini pun mudah diperoleh karena seluruh data pasar yang tercatat di kantor pertanahan memiliki atribut lokasi kecamatan. Dengan demikian seluruh data dapat ditampilkan secara utuh.



Gambar 3. Gambaran persentase jumlah transaksi per kecamatan dalam suatu kabupaten (sumber data: Badan Pertanahan Nasional)


Jika tersedia peta dasar yang menggambarkan wilayah administrasi yang diinginkan. Gambar (pie chart) diatas dapat direpresentasikan secara spasial. Terlebih dengan adanya struktur data yang standar dari feature poligon batas wilayah administrasi, hubungan antara data diatas dengan peta dasar dapat dilakukan dengan mudah dan instant. Berikut ini adalah contoh peta wilayah kecamatan yang menggambarkan jumlah transaksi tanah sebagai representasi spasial dari data diatas.



Gambar 4. Peta jumlah transaksi pertanahan berbasis kecamatan (sumber data: Badan Pertanahan Nasional)


Penyajian data berbasis kecamatan ini memiliki kekurangan sekaligus kelebihan. Kekurangannya adalah tingkat akurasi yang rendah dibanding peta penyebaran transaksi yang berbasis titik. Hal ini karena data yang dapat ditampilkan hanya terbatas sampai level kecamatan. Selain itu, penyajian data sebaran jumlah transaksi secara spasial yang tidak dibandingkan dengan luasnya, dapat memberikan interpretasi yang salah tentang intensitas transaksi pasar. Meskipun demikian, penyajian layer tambahan ini diharapkan dapat menjadi komplemen dari peta penyebaran data pasar.
Penyajian Sistem Informasi Pasar Tanah dalam bentuk kedua peta diatas, baru terbatas pada tampilan grafis saja. Dengan memanfaatkan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis, data-data grafis tersebut dapat dengan mudah dihubungkan dengan data-data tekstual.
Untuk merealisasikan pembangunan sistem informasi geografis yang saling menghubungkan data grafis dan data tekstual, perlu dibangun geodatabase di lingkungan penilaian tanah Badan Pertanahan Nasional. Pembangunan struktur data ini meliputi pendefinisian tema serta fitur/data set yang berisi atau menghubungkan tabel spasial, tabel tekstual maupun tabel look up. Dengan tertatanya geodatabase, diharapkan akses informasi spasial dapat diperoleh dengan cepat dan handal.
Dengan demikian, jika pengguna tertarik dengan suatu transaksi di lokasi tertentu, dia juga dapat langsung mengakses data-data lain seperti kapan terjadinya transaksi, berapa nilai transaksinya, jenis hak, dan lain sebagainya. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang ingin mengetahui lokasi dari suatu transaksi yang ada, dia dapat terhubung dengan data spasial yang menunjukkan lokasi pasti dari bidang tanah yang ditransaksikan tersebut.

Manfaat Sistem Informasi Pasar Tanah
Suatu informasi yang diperoleh dari pengolahan data yang baik dan akurat, akan memberikan manfaat bagi penggunanya, khususnya sebagai pegangan atau pedoman dalam proses pengambilan keputusan, baik saat ini maupun untuk masa yang akan datang . Sistem Informasi Pasar Tanah yang dikembangkan saat ini pun juga diharapkan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan menyangkut pasar tanah.
Secara umum, pihak-pihak yang berkepentingan dalam pasar tanah, dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pelaku pasar tanah, institusi pengambil kebijakan di bidang pertanahan, maupun badan usaha privat yang memiliki strategi bisnis yang berdasarkan pada pasar tanah, dan akademisi atau lembaga riset baik publik maupun swasta yang memiliki interest dalam bidang perekonomian pertanahan.
Manfaat Sistem Informasi Pasar Tanah bagi ketiga pihak di atas, adalah sebagai berikut :
(1) Manfaat bagi Pelaku Pasar Tanah.
Dengan adanya sistem informasi pasar tanah diharapkan para pelaku pasar tanah dapat memperoleh data yang seimbang, baik dari sisi pemilik bidang tanah maupun seseorang yang akan berinvestasi di tanah. Saat ini, informasi yang seimbang mengenai transaksi pasar tanah sulit diperoleh. Akibatnya, calon investor yang akan membeli ataupun pemilik tanah yang hendak menjual tanahnya harus melakukan upaya ekstra untuk mendapatkan informasi nilai yang tepat dari suatu bidang tanah. Jika dalam suatu transaksi hanya satu pihak saja yang memiliki informasi yang lebih baik, maka posisi para pelaku transaksi khususnya dalam proses tawar-menawar maupun dalam pengambilan keputusan menjadi tidak seimbang.
Dengan adanya Sistem Informasi Pasar Tanah ini, diharapkan para pelaku pasar memiliki dasar untuk mengetahui berapa nilai yang tepat dari suatu bidang tanah, sebelum mereka melakukan pengambilan keputusan.
Manfaat lainnya yang dapat diperoleh pelaku pasar adalah mereka dapat mengambil keputusan di wilayah mana investasi bidang tanah akan dilakukan. Dari peta penyebaran data transaksi dapat terlihat dengan mudah perbandingan tinggi rendahnya tingkat aktivitas pasar antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat kerapatan sebaran distribusi transaksi. Semakin rapat suatu distribusi transaksi, semakin tinggi aktivitas pasar di wilayah tersebut. Hal ini berarti pula tingkat perkembangan perekonomian wilayah tersebut lebih baik yang kemudian berkorelasi dengan perkembangan peningkatan nilai tanah di daerah tersebut.
(2) Manfaat bagi institusi pengambil kebijakan di bidang pertanahan ataupun badan usaha privat yang memiliki strategi bisnis yang berdasarkan pada pasar tanah
Bagi institusi pengambil kebijakan di bidang pertanahan, pembuatan kebijakan yang menyangkut tanah dan ruang dapat diperkaya dengan informasi pasar tanah. Sebagai contoh, penentuan lokasi-lokasi kegiatan yang bersifat pro-poor, dapat terbantu dengan adanya informasi berupa gambaran daerah-daerah yang memiliki nilai transaksi pertanahan yang kecil atau tingkat kepadatan transaksi yang rendah.
Lebih jauh lagi pemerintah dapat memanfaatkan informasi ini untuk memonitor peningkatan aktifitas pasar tanah yang eksesif atau terlampau agresif. Dengan perangkat ini, pemerintah dapat segera melakukan kajian dan mengambil langkah untuk memastikan bahwa peningkatan aktifitas pasar tanah dalam batas yang wajar dalam pertumbuhan ekonomi. Di lain sisi, jika diduga bahwa aktifitas yang terjadi lebih banyak didrive oleh sentimen yang dapat mengakibatkan penggelembungan, maka Pemerintah juga dapat mengambil kebijakan untuk meredam kondisi tersebut.
Selain pemerintah, badan usaha di berbagai sektor dapat pula memanfaatkan informasi ini. Badan usaha privat yang memiliki strategi bisnis yang berdasarkan pada pasar tanah, misal yang bergerak dalam bidang pembangunan infrastruktur, mereka dapat langsung mengetahui lokasi pemasaran yang tepat, berdasarkan informasi lokasi-lokasi dimana harga transaksinya tinggi atau tingkat aktivitas pasar tanah tinggi. Dalam bidang perbankan, sistem informasi pasar tanah membantu lembaga-lembaga perbankan dalam membuat keputusan yang tepat dan aman, terkait pemberian pinjaman dengan agunan bidang tanah yang berada di suatu lokasi tertentu.
(3) Manfaat bagi akademisi atau lembaga riset baik publik maupun swasta yang memiliki interest dalam bidang perekonomian pertanahan
Penyajian data pasar tanah yang meliputi kurun waktu yang berbeda (time series data), dapat dimanfaatkan oleh para peneliti untuk melakukan berbagai eksperimen dan analisis serta perkiraan (forecast) dalam bidang pertanahan. Sangat terbuka melakukan penelitian aktifitas pasar tanah dari sudut pandang volume, nilai ataupun frekuensi transaksi tanah yang dikaitkan dengan waktu.
Berbeda dengan sistem informasi yang bersifat tekstual, dengan disajikannya informasi dalam bentuk spasial ini peneliti dapat pula menambahkan unsur dimensi lain dalam studinya. Tidak hanya waktu, monitoring pergerakan atau pergeseran lokasi pasar tanah yang aktif dalam kurun waktu tertentu dapat dilakukan dengan lebih mudah jika informasi telah tersedia.
Salah satu dari sasaran dibangunnya sistem informasi pasar tanah ini adalah untuk mendorong peneliti-peneliti pertanahan dapat lebih aktif dalam melakukan studi dengan kemudaham memperoleh data. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai bahan atau dasar pengambilan keputusan oleh bidang-bidang lain ataupun dalam pengambilan kebijakan guna meningkatkan efisiensi pasar tanah itu sendiri.

PENUTUP
Pasar dalam arti tradisional adalah tempat sekumpulan orang bertemu dan bertransaksi terhadap suatu barang/jasa. Dalam pasar tradisional tersebut, pelaku pasar dapat memantau keadaan tentang ketersediaan, permintaan, harga yang terjadi dan tingkat aktifitas transaksi. Dalam pasar tanah dengan karakteristiknya yang unik dimana tanah tidak dapat dijinjing, tempat fisik seperti yang dimaksud diatas sulit diwujudkan. Namun demikian aspek lain dari pasar tanah yaitu informasi pasar tanah sangat bisa dibangun. Terlebih dalam era saat ini dimana informasi memegang peranan yang sangat besar dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil berdasarkan sistem informasi yang baik tentunya akan memiliki kualitas yang lebih baik terlebih dalam kondisi perekonomian yang sedang dilanda krisis seperti saat ini.
Kebutuhan akan informasi pasar tanah telah ada semenjak tanah mulai ditransaksikan. Ketiadaan atau kekurangan sistem informasi dapat mengakibatkan kekeliruan dalam bertransaksi atau lebih jauh lagi membuat masyarakat enggan bertransaksi. Sistem Informasi pasar tanah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga masyarakat atau pelaku pasar yang akan bertransaksi dapat mengambil keputusan dengan lebih baik. Pada gilirannya penyedian informasi pasar tanah ini akan merangsang masyarakat untuk lebih menggiatkan aktifitas pasar tanah dan menjadikannya lebih efisien.

Dalam kaitannya dengan mengantisipasi krisis perekonomian, sistem informasi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk memantau segala perkembangan yang terjadi di pasar baik trend pertumbuhan sesuai yang diharapkan ataupun peringatan awal jika terjadi keganjilan pasar. Dengan penyajian data yang mencerminkan kondisi pasar, pelaku pasar maupun pemerintah dapat memutuskan langkah transaksi ataupun kebijakan pertanahan yang lebih baik.

Selengkapnya..

Penilaian Tanah sebagai Sarana Pengambil Keputusan dalam Konsolidasi Tanah

Dalam posting terdahulu tentang konsolidasi tanah disampaikan bahwa perlu adanya Penjelasan bahwa posisi ekonomi pemilik tanah (dari sisi manfaat) paska konsolidasi akan lebih baik dibanding sebelum konsolidasi. Jika nilai aset yang dimiliki para pemilik tanah diproyeksikan akan meningkat setelah konsolidasi, masyarakat akan tergugah untuk berpartisipasi melakukan konsolidasi. Di sini lah peran penilaian tanah dibutuhkan. Hasil kalkulasi dari para profesional penilaian tanah akan menjadi rujukan bagi masyarakat untuk GO ataukah NO GO untuk mengkonsolidasi tanah di lingkungannya.

Penilaian Tanah adalah ilmu yang menghasilkan output nilai tanah yang merupakan estimasi terbaik terhadap harga tanah. Terdapat beberapa pendekatan dan teknik turunan dalam penilaian tanah. Pendekatan yang paling umum digunakan adalah pendekatan perbandingan harga pasar. Secara sederhana pendekatan ini dilakukan dengan mensurvey data-data transaksi tanah yang terjadi di sekitar lokasi dan membandingkannya dengan obyek yang dinilai. Dengan beberapa penyesuaian atau adjustment akan diperoleh nilai pasar dari obyek yang dinilai.

Di dalam penilaian dianut sebuah prinsip yaitu the highest and the best use principle. Dalam prinsip ini penilai dalam mengestimasi suatu nilai tanah wajib mendasarinya pada penggunaan yang tertinggi dan terbaik dari tanah tersebut. Sesuai dengan prinsip ini penilai wajib memiliki pengetahuan tentang kemungkinan pengembangan penggunaan/pemanfaatan suatu bidang tanah secara optimum. Sebagai contoh sebidang tanah di jalan protokol secara alamiah akan bernilai lebih tinggi jika digunakan sebagai tempat usaha ketimbang sebagai lahan pertanian atau permukiman. Dengan demikian penilai wajib melakukan penilaian dengan dasar seolah-olah tempat tersebut akan digunakan sebagai tempat usaha atau yang disebut Hypothetical development.

Namun demikian dalam menentukan pengembangan pemanfaatan tertinggi dan terbaik ini, seorang penilai harus juga mempertimbangkan batasan-batasan yang ada. Yang pertama adalah batasan secara hukum atau peraturan perundang-undangan. Seorang penilai tidak boleh memaksakan pengembangan suatu bidang tanah untuk keperluan tertentu yang dilarang oleh peraturan yang berlaku. Sebagai contoh sebidang tanah yang berada di kawasan/zoning permukiman tentunya tidak dapat dikembangkan dengan prospek sebagai sebuah pabrik. Demikian pula, penilai tidak dapat melakukan penilaian dengan basis pengembangan pembangunan apartemen 40 lantai jika peraturan setempat hanya mengijinkan bangunan setinggi 20 lantai. Secara prinsip, penggunaan tertinggi dan terbaik harus didukung oleh peraturan perundangan yang ada. Dalam praktek konsolidasi hal ini telah lazim dilaksanakan, dimana peruntukan penggunaan tanah paska konsolidasi disesuaikan dengan zoning/tata ruang yang ada.

Batasan berikutnya yang wajib diperhatikan adalah batasan fisik tanah itu sendiri yaitu Apakah tanah tersebut dapat dimanfaatkan untuk suatu perkembangan tertentu. Tanah dengan luas terbatas tentunya tidak dapat dimanfaatkan untuk pabrik atau gudang dengan volume besar. Demikian pula untuk sektor pertanian, setiap komoditas pertanian tentunya membutuhkan tanah dengan derajat keasaman tertentu.

Hal ketiga yang wajib diperhatikan adalah dari sisi aspek finansial. Apakah secara finansial pengembangan tersebut menghasilkan pengembalian yang lebih besar dari pengeluaran, kewajiban finansial dan amortisasi modal? Dari batasan ini pengambil keputusan dari kegiatan konsolidasi tanah dapat memutuskan apakah suatu bentuk pengembangan dapat dijadikan opsi konsolidasi jika return yang dihasilkan lebih tinggi dari seluruh biaya yang dikeluarkan.

Jika ketiga batasan diatas dipenuhi barulah kita bandingkan dari opsi-opsi konsolidasi tanah tersebut yang memberikan nilai sisa tanah tertinggi. Nilai sisa tanah yang tertinggi akan menunjukkan opsi pengembangan penggunaan yang terbaik. Dengan memperoleh nilai maksimal dari tanah, otoritas yang menangani konsolidasi tanah dapat memastikan bahwa konsolidasi tanah dilakukan untuk peningkatan pemanfaatan tertinggi dari tanah. Pengambilan keputusan tersebut merupakan kebijakan yang pro pemilik tanah dimana pemilik tanah pada gilirannya akan memperoleh peningkatan nilai maksimal dari tanahnya.

Kepiawaian penilai tanah yang profesional melalui pengetahuan dan pengalamannya akan menghasilkan rekomendasi terbaik mengenai penataan apa yang sebaiknya dilakukan dalam setiap kegiatan konsolidasi tanah.

TEKNIK PENILAIAN DALAM KONSOLIDASI TANAH

Di dalam penilaian tanah terdapat beberapa pendekatan dan teknik yang dapat diaplikasikan untuk memperoleh nilai tanah. Salah satunya adalah teknik penilaian untuk memperoleh nilai (sisa) tanah disebut dengan land residual. Dalam teknik ini penilai harus mengetahui terlebih dahulu tentang pengembangan apa yang akan dilakukan untuk suatu bidang tanah. Sebagai ilustrasi jika sekelompok bidang tanah darat akan dikonsolidasi menjadi pemukiman yang tertata. Secara sederhana langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari nilai pasar bidang tanah dengan asumsi seolah-olah bidang tanah tersebut telah selesai dikonsolidasi. Penilaian dilakukan dengan mensurvey harga pasar setempat terhadap bidang tanah yang mirip (bentuk, aksesibilitas, lokasi dll) dengan hasil konsolidasi.

Untuk lebih spesifik dalam memahaminya, kita coba kasus berikut: Hamparan dari beberapa bidang tanah seluas 10 Ha memiliki terletak di kawasan dengan peruntukan permukiman. Kondisi saat ini adalah bentuk yang tidak beraturan dan tidak semua bidang tanah memiliki aksesibilitas yang baik. Dari hasil survei harga tanah, didapat nilai pasar tanah rata-rata saat ini Rp. 150.000 per meter persegi atau Rp. 15.000.000.000,-

Sebagai langkah awal seorang penilai dalam konsolidasi tanah haruslah membuat hipotesis potensi pengembangan dari bidang tanah tersebut. Kita misalkan bahwa hamparan bidang tanah tersebut memiliki potensi untuk ditata menjadi kawasan pemukiman. Untuk menguji hipotesis tersebut dilakukan survei penilaian tanah. Survei penilaian tanah dilakukan untuk memperoleh nilai highest and best use atau nilai dari pemanfaatan terbaik. Jika hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa harga tanah saat ini belum menunjukkan atau masih dibawah nilai highest and best use maka kegiatan konsolidasi layak dilaksanakan.

Setelah ditetapkan jenis pengembangan yang akan dilakukan, selanjutnya dibuatkan rencana detail atau site plan dari rencana pengembangan konsolidasi. Peta tersebut memuat rencana letak dan bentuk dari bidang tanah setelah konsolidasi. Di samping itu peta tersebut juga memuat rencana infrastruktur dan fasilitas yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah kawasan pemukiman yang tertata. Sebagai contoh dari hasil perencanaan tersebut diperoleh bahwa luas efektif pengembangan adalah 60%. Hal ini berarti 40% dari luas tanah digunakan untuk infrastruktur seperti jalan, drainage dan sebagainya serta untuk fasilitas umum lain seperti taman atau lapangan.

Langkah ketiga dari penilaian ini adalah melakukan survei harga pasar untuk tanah matang hasil konsolidasi. Survey dilakukan terhadap transaksaksi yang terjadi pada bidang tanah yang memiliki kualitas lingkungan yang setara dengan kualitas output konsolidasi. Jika dari hasil survei, kawasan permukiman tertata di daerah sekitar tanah tersebut memiliki harga pasar Rp. 600.000,-, maka nilai total dari hamparan setelah konsolidasi dapat diestimasi. Dengan perbandingan antara luas tanah efektif dan luas sarana/prasarana adalah 60%:40%, maka total luas tanah efektif adalah 6 Ha. Dengan demikian total nilai setelah pengembangan adalah 6 Ha. x Rp. 600.000 atau sebesar Rp. 36.000.000.000,-

Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan estimasi biaya-biaya yang diperlukan dari kegiatan konsolidasi. Biaya-biaya ini meliputi biaya pematangan lahan, biaya konsolidasi, biaya sertifikasi, biaya sertifikasi dan biaya-biaya lain. Jika pekerjaan operasional tersebut dilakukan oleh pihak ketiga, biaya yang dihitung harus telah memperhitungkan keuntungan bagi yang mengerjakan. Dimisalkan setelah seluruh komponen biaya dihitung diperoleh total biaya konsolidasi adalah adalah Rp. 7.850.000.000,-.

Langkah terakhir adalah menetapkan nilai tanah sebelum konsolidasi sesuai dengan analisis highest and best use. Nilai tanah sebelum konsolidasi dapat dihitung dengan mengurangkan nilai tanah setelah pengembangan (Rp. 36.000.000.000,-) dikurangi dengan biaya operasional pengembangan dan perijinan (Rp. 7.850.000.000,-) yaitu sebesar Rp. 28.150.000.000,-. Angka yang diperoleh tersebut dibagi dengan luas tanah asal sebesar 10 Ha. Sehingga diperoleh nilai highest and best use adalah Rp. 281.500 per meter persegi.

Angka yang diperoleh tersebut lebih besar dari nilai tanah saat ini (Rp. 150.000/m2). Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan konsolidasi yang diusulkan adalah layak karena nilai paska konsolidasi (Rp. 281.500/m2) lebih besar daripada nilai tanah yang tidak tertata saat ini (Rp. 150.000/m2).


Selengkapnya..

Jumat, 09 Januari 2009

Penataan Tanah dan Lingkungan melalui Konsolidasi Tanah

Konsolidasi Tanah adalah salah satu kegiatan penataan tanah baik berupa bentuk, letak dan aksesibilitas. Indahnya kegiatan ini adalah pemilik tanah tidak harus pindah ke tempat lain karena masih memiliki tanah di lokasi tersebut. Disinilah perbedaan krusial antara konsolidasi tanah dengan pengembangan yang dilakukan oleh para developer dimana pemilik tanah harus hengkang dari tempat yang nantinya akan tertata karena pembebasan tanah.

Jika kita perhatikan, seringkali kita jumpai bidang-bidang tanah berderet yang masing-masing berbentuk jajaran genjang terhadap jalan. Tidak jarang pula kita jumpai bidang-bidang tanah yang mengelompok sedemikian rupa sehingga sulit untuk menjangkau bidang tanah yang letaknya di bagian dalam. Lebih jauh lagi jika kita perhatikan banyak petani yang memiliki lahan pertanian yang terpencar dan dalam luasan yang kurang dari kebutuhan minimal usaha pertanian. Kelompok bidang tanah dengan contoh diatas merupakan sebagian dari obyek konsolidasi tanah untuk dilakukan penataan ulang. Dengan penataan diharapkan dapat diperoleh bidang tanah yang lebih teratur baik bentuk, luas, letak ataupun aksesibilitasnya.

Gambar di kiri menunjukkan contoh Konsolidasi Tanah Pertanian dimana keadaan sebelum Konsolidasi (ditunjukkan oleh warna putih) tanah terpencar-pencar dengan luas minimal dan Setelah Konsolidasi (warna merah) Tanah pertanian yang dimiliki petani menjadi terkumpul dengan luas yang lebih efektif untuk pertanian.

Pertanyaan selanjutnya adalah SWGL (so what gitu loh). Mengapa perlu ditata? Toh pemilik tanah sudah cukup damai mendiami tanah dengan bentuk jajaran genjang. Pemilik tanah yang memiliki letak didalam dengan aksesibilitas terbatas cukup nrimo dengan jalan kaki lewat gang-gang kecil yang sebetulnya adalah bidang tanah tetangganya. Petani dengan lahan sempit ataupun terpencar juga sudah menjalaninya selama puluhan tahun. Kelembaman ini adalah barrier pertama yang dihadapi oleh para penggiat konsolidasi tanah.


Tanpa kiat berupa penyuluhan dan informasi mengenai manfaat konsolidasi, para pemilik tidak akan bergeming dari keadaan saat ini. Perlu dijelaskan apa manfaat dari bentuk tanah yang lebih teratur atau persegi akan membuat bidang-bidang tanah tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih optimal selain tampilan yang lebih manis. Perlu disampaikan bagaimana aksesibilitas yang lebih baik akan memudahkan transportasi dengan kendaraan sehingga waktu yang ditempuh untuk mengangkut hasil pertanian menjadi lebih cepat. Perlu pula disampaikan mengapa dengan menjadi satunya lahan pertanian yang terpencar akan membuat efisiensi dalam pengelolaan dan batas break even point dapat terlampaui dalam usaha yang ditekuni pemilik tanah. Pemilik tanah harus memperoleh jawaban dari pertanyaan apa, bagaimana, mengapa diatas.


APA YANG HARUS DILAKUKAN JIKA SEKELOMPOK PEMILIK TANAH BERMINAT MENGKONSOLIDASI TANAHNYA

Setiap konsolidasi tanah terkait ke minimal 2 (dua) aspek. Yang pertama adalah perubahan fisik tanahnya baik bentuk, letak dan luasnya dan yang kedua adalah aspek legalnya dimana tanda bukti hak atau sertifikat tanah yang ada pun harus diupdate sehingga mencerminkan fisik tanah yang baru.

Dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional dapat membantu kegiatan tersebut mulai dari perencanaan, pengukuran tanah yang ada, rencana desain perubahan sehingga menjadi lebih tertata serta penentuan batas-batas yang disepakati di lapangan untuk ditempatkan patok batas yang baru.

BERAPA BESAR BIAYANYA DAN SIAPA YANG MENANGGUNG BIAYANYA

Kegiatan-kegiatan tersebut diatas tentunya memerlukan biaya yang tidak dapat dikatakan sedikit yang tentunya menjadi tanggung jawab para pemilik yang memetik manfaat dari konsolidasi tanah. Jika masing-masing pemilik memiliki dana untuk melaksanakan hal tersebut tentunya tidak menjadi masalah, tetapi bagaimana jika tidak semua pemilik memiliki uang untuk membayarnya.

Tersedia kiat dimana pemilik tanah tidak perlu mengeluarkan uang untuk kegiatan konsolidasi tanah. Biaya yang ada dapat dicover dalam bentuk sumbangan tanah. Pemilik tanah secara proporsional dapat menyumbangkan sebagian tanahnya selain untuk infrastruktur (jalan dan lain sebagainya) dalam bentuk sumbangan tanah untuk pembangunan yang bernilai setara dengan biaya konsolidasi diatas.

Secara fisik luas bidang-bidang tanah setelah konsolidasi akan lebih kecil dengan sebelumnya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dimana luas keseluruhan tetap sedangkan diperlukan tanah untuk pembangunan jalan, sarana lain dan sumbangan tanah tersebut. Namun demikian calon peserta konsolidasi tidak perlu cemas. Meskipun tanah yang dimiliki lebih sempit, namun nilai nya akan meningkat. Peningkatan nilai tanah yang terjadi akan lebih besar daripada kerugian akibat luas tanah yang lebih kecil tadi.


SOSIALISASI DAN JUSTIFIKASI KONSOLIDASI TANAH

Sosialisasi yang disebutkan diatas wajib diberikan kepada pemilik tanah untuk menumbuhkan kesadaran bahwa semua akan mendapat manfaat dari keteraturan tersebut. Dengan memberikan pengertian terhadap pertanyaan apa, bagaimana dan mengapa merupakan langkah besar awal sehingga pemilik tanah tergugah dan selanjutnya memiliki keingintahuan lebih terhadap manfaat konsolidasi tanah.

Keingintahuan pemilik tanah yang lebih besar tersebut tentunya tidak cukup diyakinkan dengan penjelasan yang bersifat narasi atau kualitatif. Apakah bakal manfaat yang disampaikan dapat dibuktikan? Perlu penjelasan yang lebih terukur dan bersifat kuantitatif terhadap semua manfaat tersebut. Dengan demikian penjelasan yang disampaikan lebih membumi dan dapat diterima, bahkan oleh mereka yang memiliki pengetahuan tentang pertanahan yang terbatas.

Mengapa hal ini perlu dilakukan? Karena kegiatan konsolidasi juga memberikan beban/biaya/kerugian yang merupakan trade off bagi pemilik tanah seperti disampaikan diatas. Sebagai contoh luas areal konsolidasi yang tidak mungkin bertambah akan mengakibatkan berkurangnya luas kepemilikan bidang tanah karena sebagian tanah dipergunakan bagi fasilitas dan utilitas umum seperti jalan, irigasi, dll. Di luar itu pemilik tanah dibebani dengan biaya pengembangan seperti pematangan lahan dan pembangunan infrastruktur.

Beban ini merupakan barier kedua dari pemilik tanah. Bukan tidak mungkin timbul pemikiran keengganan yaitu daripada bersusah-susah menanggung beban tanpa kejelasan manfaat yang diterima lebih baik tetap dengan keadaan sekarang. Untuk menembus barier ini perlu dijelaskan bahwa manfaat yang diterima lebih baik dibanding dengan biaya yang harus ditanggung.

Penjelasan posisi pemilik tanah (dari sisi manfaat) paska konsolidasi akan lebih baik dibanding sebelum konsolidasi perlu disampaikan dengan suatu ukuran. Apapun satuan ukuran yang digunakan haruslah satuan yang sama baik yang menggambarkan manfaat dan yang merepresentasikan biaya. Dengan adanya kesamaan tersebut maka barulah manfaat dan beban/biaya tersebut dapat diperbandingkan. Jika diperoleh satuan yang lebih besar paska konsolidasi dapat memberikan gambaran riil bahwa kegiatan konsolidasi berarti positif buat mereka.

Satuan ukuran yang mudah dipahami oleh hampir seluruh lapisan masyarakat adalah satuan moneter atau mata uang. Bukan berarti UUD (ujung-ujungnya duit), Namun memang masyarakat akan lebih mudah memahami jika manfaat dan biaya disajikan dalam bentuk rupiah. Manfaat yang diterima lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai aset. Pemberian pemahaman peningkatan nilai kepemilikan aset dalam bentuk rupiah akan lebih memudahkan penerima manfaat menerima kegiatan konsolidasi. Untuk itu perlu dilakukan penilaian tanah yang dapat memberikan gambaran moneter mengenai nilai tanah yang dikonsolidasi.




Selengkapnya..